Get 20% Discount for New Member Register Now!

Strategi Menghadapi Resesi #taxplanning

Kondisi perekonomian global yang kian tidak menentu membuat sejumlah investor, khususnya para pemula, mengurangi porsi investasinya. Dengan ancaman resesi yang semakin nyata akibat semakin tidak menentunya arah perekonomian global, kebutuhan dana darurat yang bersifat likuid menjadi semakin diperlukan.

Apa itu Resesi?

Resesi sendiri adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan dimana perputaran ekonomi suatu negara berubah menjadi lambat atau buruk. Perputaran ekonomi yang melambat ini bisa berlangsung cukup lama akibat dari pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) suatu negara menurun selama dua kartal dan berlangsung secara terus menerus. PDB sendiri dapat diartikan sebagai aktivitas ekonomi suatu negara selama satu periode. Jadi, jika suatu negara mengalami aktivitas ekonomi yang turun secara terus menerus selama dua periode, maka negara tersebut dapat dikatakan resesi.

Untuk hadapi potensi dampak resesi, apakah kamu sudah memiliki dana darurat? Mengapa perlu memiliki dana darurat? Ada yang menganalogikan kalau dana darurat ibarat sabuk pengaman mobil, yakni alat ini baru diperlukan pada saat terjadi kecelakaan. Tujuannya tak lain agar pengemudi dan penumpang terhindar dari risiko yang maksimal.

Baca Juga: Tax Planning Tanggungan

Instrumen paling umum untuk digunakan sebagai dana darurat adalah rekening bank. Namun, rekening bank ini biasanya terkena biaya admin bulanan dan bunga atau imbal hasilnya sangat kecil. Di samping itu, rekening bank terlalu likuid karena mudah dicairkan, menyimpan uang di tabungan juga sangat rawan terpakai kebutuhan bulanan. Maka dari itu, bisa mencari instrumen investasi yang likuid setara dengan rekening bank dengan potensi return yang lebih menguntungkan diantaranya : 

1. Reksadana

Kamu bisa menyiapkan dana darurat di reksadana pasar uang. Jenis reksadana ini cukup aman karena tidak fluktuatif. Potensi imbal hasil reksadana pasar uang juga lebih menarik dari deposito. Imbal hasil reksadana pasar uang juga tidak terkena pajak, karena bukan merupakan objek pajak, dibandingkan imbalan deposito yang harus dipotong pajak.

2. Emas

Emas menjadi sarana cukup ideal untuk menempatkan dana darurat. Emas yang disarankan sebagai instrumen investasi untuk dana darurat adalah berbentuk logam mulia atau emas batangan. Sebagai instrumen investasi, emas disebut-sebut mampu bertahan dari gempuran inflasi dan tergolong cukup likuid. Selain dijual, emas juga bisa digadai untuk mendapatkan uang.

Lalu bagaimana dengan perlakuan atas investasi Reksadana dan Emas pada Perpajakan?

Berdasarkan (PMK) Nomor 34 Tahun 2017 pembelian emas batangan di perusahaan atau badan usaha dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dengan tarif 0,45% (NPWP) dan 0,9% (tanpa NPWP). Untuk penjualan emas juga dikenakan PPh 22 dengan tarif 1,5% (NPWP) dan 3% (tanpa NPWP) dengan catatan transaksi penjualan harus di atas Rp10 juta. Sedangkan reksadana bisa dibilang sebagai satu-satunya jenis investasi yang tidak dikenakan pajak secara langsung atas hasil keuntungannya. Jika berinvestasi di reksadana, maka keuntungan yang diperoleh tidak termasuk dalam objek pajak, sehingga imbal hasil tersebut bebas pajak. Hal ini tercantum dalam Undang-undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Pasal 4 ayat 3 huruf i.

Baca Juga: Tax Planning NPWP gabung atau pisah

Dengan begitu sebagai upaya tax planning untuk persiapan menghadapi kemungkinan resesi di tahun 2023 kita bisa berinvestasi di reksadana yang bisa dibilang satu-satunya jenis investasi yang tidak dikenakan pajak secara langsung atas hasil keuntungannya.

Masih bingung Taxmates? Yuk konsultasi aja langsung di aplikasi HiPajak! Dengan aplikasi HiPajak kamu bisa lapor SPT secara online dengan mudah, bisa juga konsultasi permalasalahan pajak langsung dengan konsultan bersertifikat dan berpengalaman!

Baca Juga: Tax Planning Bukti Potong

Share

Download dan Nikmati Layanan HiPajak Sekarang

Whatsapp
Email