Resmi Pedagang Toko Online Kena Pajak E-Commerce

16 Juli 2025

Perdagangan digital di Indonesia terus mengalami lonjakan tajam. Mulai dari usaha kecil hingga brand besar kini memanfaatkan platform e-commerce untuk menjangkau pasar yang lebih luas. Namun, di tengah pertumbuhan itu, muncul satu pertanyaan penting: bagaimana dengan kewajiban pajaknya?

Di tahun 2025, pemerintah merespons perkembangan ini dengan mengesahkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, yang secara khusus mengatur tentang pajak e-commerce. Melalui regulasi ini, pedagang yang berjualan di marketplace seperti Tokopedia, Shopee, TikTok Shop, Lazada, dan lainnya kini dikenakan pemotongan PPh Pasal 22


Marketplace Kini Jadi Pemungut Pajak E-Commerce

Salah satu terobosan dalam kebijakan ini adalah penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak e-commerce. Artinya, platform tempat kamu berjualan kini juga bertugas memotong pajak dari hasil penjualanmu, lalu menyetorkannya ke negara.

Besarnya potongan pajak ditetapkan sebesar 0,5% dari omzet bruto (kotor), dan dihitung dari nilai transaksi yang terjadi di platform. PPN dan biaya-biaya lain tidak termasuk dalam dasar pengenaan pajak. Ini berarti, jika kamu menjual barang senilai Rp10 juta, maka Rp50 ribu akan dipotong sebagai PPh Pasal 22 oleh pihak marketplace.

Tapi tidak semua pedagang akan dikenai potongan ini. Pajak e-commerce hanya dipungut dari pedagang yang memiliki omzet di atas Rp500 juta per tahun. Untuk pedagang kecil, ada pengecualian yang perlu dipahami.


Bagaimana Jika Omzet di Bawah Rp500 Juta?

Jika kamu adalah pelaku usaha mikro atau baru mulai berjualan online, aturan ini tetap memberi perlindungan. Pedagang dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun tidak otomatis dipotong pajaknya. Namun, kamu tetap harus menyerahkan surat pernyataan penghasilan kepada marketplace sebagai bukti bahwa omzet kamu belum melebihi batas.

Jika kamu tidak menyerahkan surat pernyataan tersebut, sistem marketplace akan menganggap kamu sudah wajib pajak dan tetap memotong 0,5% dari hasil penjualanmu. Karena itu, memahami mekanisme administrasi menjadi kunci agar kamu tidak dirugikan oleh sistem.

Ketika omzet kamu naik dan mulai melebihi batas Rp500 juta dalam satu tahun berjalan, kamu wajib melaporkan perubahan tersebut kepada platform. Setelah itu, pemotongan pajak akan dilakukan mulai bulan berikutnya.


Potongan Ini Bukan Pajak Tambahan

Banyak pedagang online khawatir bahwa aturan baru ini berarti adanya beban baru. Tapi perlu ditegaskan: pajak e-commerce bukanlah jenis pajak baru. Pemotongan yang dilakukan oleh marketplace adalah bagian dari mekanisme PPh Pasal 22, yang sebenarnya sudah berlaku sejak lama dalam dunia bisnis offline.

Justru, potongan ini akan mengurangi pajak terutang kamu di akhir tahun. Ketika kamu melaporkan SPT Tahunan, pajak yang sudah dipungut oleh marketplace dapat dijadikan kredit pajak. Ini artinya, jika kamu sudah membayar di awal lewat pemotongan ini, maka jumlah pajak yang harus dibayar di akhir tahun bisa jadi jauh lebih kecil—atau bahkan nihil jika sudah tertutup oleh potongan sebelumnya.


Kenapa Ini Penting untuk E-Commerce?

Sistem pajak e-commerce yang diberlakukan melalui PMK 37/2025 tidak hanya menyasar kepatuhan, tapi juga ingin menciptakan keadilan. Dalam beberapa tahun terakhir, pelaku usaha konvensional seperti toko ritel atau distributor offline wajib memungut dan menyetor pajak sesuai peraturan. Sementara banyak pelaku e-commerce belum tersentuh kewajiban serupa.

Dengan pertumbuhan transaksi digital yang sangat besar, pemerintah melihat bahwa ekosistem digital harus mulai ikut berkontribusi secara proporsional terhadap penerimaan negara. Namun caranya tidak represif. Justru, melalui teknologi, sistem pemungutan pajak bisa dilakukan secara otomatis oleh marketplace—tanpa harus membuat pedagang sibuk dengan laporan atau perhitungan manual.


Apa yang Harus Dilakukan Pedagang Online?

Bagi kamu yang aktif berjualan di marketplace, ini beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menyesuaikan diri dengan aturan pajak e-commerce:

  1. Jika omzet ≤ Rp500 juta, lampirkan NPWP/NIK, alamat korespondensi, dan surat pernyataan omzet ≤ Rp500 juta agar tidak dipotong pajak oleh marketplace.

  2. Jika omzet > Rp500 juta, lampirkan NPWP/NIK, alamat korespondensi, dan surat pernyataan omzet > Rp500 juta agar pemotongan pajak sah dan tercatat.

  3. Catat dan arsipkan semua bukti pemotongan dari marketplace. Ini akan sangat berguna saat menyusun SPT Tahunan.

  4. Konsultasikan pajakmu jika bingung. Jangan menunggu hingga ada masalah. Banyak layanan digital seperti HiPajak yang siap membantu proses ini secara efisien..

Share

Download dan Nikmati Layanan HiPajak Sekarang

Whatsapp
Email